BUNDIBUGYO – Dr. Kepala Kesehatan Kabupaten Bundibugyo Kiyita Christopher mengatakan kepada media lokal bahwa penyakit tersebut belum ditemukan di luar wilayah Bundibugyo. Sampel tersebut dikirim ke Kementerian Kesehatan Uganda untuk dianalisis lebih lanjut.
Di distrik Bundibugyo, Uganda, penyakit aneh yang dikenal secara lokal sebagai “Dinga Dinga” yang berarti “getaran seperti tarian” sebagian besar menyerang perempuan dan anak perempuan. Kondisi ini ditandai dengan demam yang tidak terkendali dan tubuh gemetar sehingga membatasi pergerakan tubuh, lapor media lokal.
Gejala penyakit: syok parah, suhu tinggi, kelemahan parah, pada beberapa kasus parah kelumpuhan. Sejauh ini, sekitar 300 kasus telah dilaporkan, namun tidak ada laporan kematian.
Laporan menunjukkan bahwa korban mengalami kesulitan berjalan karena guncangan yang terus menerus. Penyebab pasti penyakit ini masih belum diketahui, namun otoritas kesehatan sedang menyelidiki wabah tersebut.
Dr. Kepala Kesehatan Kabupaten Bundibugyo Kiyita Christopher mengatakan kepada media lokal bahwa penyakit tersebut belum ditemukan di luar wilayah Bundibugyo. Sampel tersebut dikirim ke Kementerian Kesehatan Uganda untuk dianalisis lebih lanjut.
“Belum ada bukti ilmiah bahwa obat herbal dapat menyembuhkan penyakit ini,” kata Dr. Christopher dikutip dari Daily Mail. “Kami menggunakan tindakan pengobatan khusus, biasanya pasien sembuh dalam waktu seminggu. Saya mengajak warga setempat untuk berobat ke faskes kabupaten,” imbuhnya.
Penyakit yang pertama kali dilaporkan pada awal tahun 2023 ini diawasi secara ketat oleh laboratorium medis. Dr Christopher mengatakan kepada masyarakat bahwa penyakit ini biasanya diobati dengan antibiotik dan sejauh ini tidak ada laporan kematian.
Pejabat kesehatan telah menyarankan warga untuk menjaga kebersihan, menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit ini, dan melaporkan kasus baru kepada otoritas kesehatan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut.
Tanda-tanda yang tidak biasa dari “Dinga Dinga” ini menyebabkan perbandingan dengan “Wabah Menari” yang terjadi di Strasbourg, Perancis pada tahun 1518, di mana ratusan orang menari tak terkendali selama berhari-hari, bahkan ada yang meninggal karena kelelahan. Meski tidak ada hubungan nyata antara keduanya, kesamaan gejala menimbulkan perbandingan.
Penyakit ini terjadi setelah krisis cacar monyet di Uganda dan negara-negara Afrika Timur lainnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan jenis virus ini, yang dikenal sebagai mpox, sebagai darurat kesehatan global pada bulan Agustus dan menyatakan keprihatinan internasional atas wabah ini di Republik Demokratik Kongo dan negara-negara tetangga.